Aku Bukan Cucu Penyihir

AKU BUKAN CUCU PENYIHIR !

By : Dita

 

Namaku Raka hari ini aku kesal sekali, bagaimana tidak. Lagi-lagi Dhio, Rakel dan teman-temannya itu meledekku habis-habisan. Sudah kubilang aku bukanlah cucu penyihir atau Nenek Sumi seperti yang mereka katakan. Ya, rumahku memang sangat dekat sekali dengan Nenek Sumi. Beliau adalah tetanggaku yang tinggal sebatang kara dengan rumah terbuat dari gubuk dan kecil sekali. Nenek sumi tinggal sendiri dengan kucing nya yang berwarna hitam. Aku sangat membencinya, terlebih lagi karena aku sering diberi getuk singkong dan setiap kali Nenek Sumi memberikannya padaku Dhio dan teman-temannya melihatku. Karena rumahku bersebelahan dengannya dan sering sekali diberi kue olehnya, teman-teman kerap kali mengejekku cucu penyihir. Setiap kali aku berpapasan dengan Dhio dan segerombolan temannya di sekolah, sudah dipastikan mereka akan mengolok-olokku dengan sebutan cucu penyihir.

Mereka menyebut Nenek Sumi penyihir karena suatu kali pernah memergokinya sedang membakar kayu sebesar lidi dan menyembah pada suatu batu besar di depan rumahnya. Dengan keadaan fisiknya yang memang kurang sempurna dengan wajah penuh dengan bintil-bintil dan kulitnya yang sepertinya bekas dicabik-cabik monster. Menambah keangkeran sosok Nenek Sumi tersebut. Aku baru saja pulang sekolah dan merebahkan badanku di atas bangku kayu di depan rumahku.

Hei cucu nenek sihir !!! Hari ini kau mau meminta apa sama jin piaraanmu “ teriak Dhio padaku sambil berlari. Ah lagi-lagi anak nakal itu, rumahku dengan Dhio memang searah. Jadi setiap kali pulang sekolah pasti akan melewati rumahku dulu. Dan dia pasti sengaja pulang lebih lambat hanya untuk mengejekku.

Diam kau !!!” tukasku, sebenarnya aku sangat jengkel sekali dengannya dan sangat ingin sekali memukulnya. Tetapi aku sangat lelah sekali karena pulang sekolah tadi aku dikejar anjing dan aku berlari sampai seperti nafasku sudah habis. Yah kusimpan dulu tenagaku.

Awas kau Dhio, besok aku pasti akan mengerjaimu” ujarku dalam hati.

Nak Dhio.. nenek membuat ubi bakar Kamu mau sayang ?”

Aku sangat kaget, untung saja aku tidak sampai jatuh dari kursi. Ternyata sudah dari tadi Nenek Sumi sudah berdiri disampingku sambil membawa nampan kayu bersikan ubi bakar. Baunya wangi sekali dan membuat perutku yang dari tadi memang sudah lapar semakin tidak karuan. Hmmm sebenarnya aku sangat ingin sekali, apalagi ubi bakar adalah makanan kesukaanku.

Aku tidak suka ubi bakar!!!” ujarku sambil melengos masuk kedalam rumah. Aku tidak sudi menerima makanan dari penyihir itu. Bisa-bisa Dhio dan kawan-kawannya akan meledekku lagi.

Kututup pintu dan sedikit membantingnya. Berharap Nenek Sumi akan berhenti menawariku ubi bakarnya yang wangi itu. Dan semoga saja dia cepat-cepat pulang. Karena biasanya dia akan memanggil ibuku dan menitipkannya pada beliau.

Tok tok tok tok “Ibu Dhio saya Nenek Sumi, boleh saya masuk. Saya membawa ubi bakar nih

Ah benar sekali dugaanku, nenek penyihir itu pasti memanggil ibuku. Dan memberikan ubi bakarnya.

Rakaaaaa…. bukakan pintu. Ada Nenek Sumi mau masuk …” teriak ibuku dari dapur. Sepertinya beliau sedang praktek membuat kue. Karena  tercium bau butter dan wanginya sangat harum sekali.

Aku tidak menyahut panggilan ibuku. Aku langsung buru-buru mandi karena aku tidak mau bertemu dengan nenek penyihir itu. Biar sajalah ibu yang mengambil ubi bakarnya. Selesai mandi aku langsung tidur-tiduran di kasur dan memikirkan bagaimana caranya agar tidak diejek lagi oleh gerombolan Dhio dan temannya.

Aku berpikir sangat uat sampai-sampai keningku mengkerut.  Ah ya, sepertinya aku menemukan ide yang sangat bagus. Besok sepulang sekolah akan kuajak  Dhio dan kawan-kawannya menyelinap ke dalam rumah Nenek Sumi. Aku akan mencari tahu kenapa setiap hari nenek sumi menyembah batu dan membakar kayu sambil berbisik seperti mengucapkan suatu mantra. Yah kupikir itu ide yang sangat brillian. Sekalian aku ingin tahu apakah Dhio penakut atau tidak. Setidaknya kalau aku tahu dia penakut, Pasti dia tidak akan meledekku lagi. Kemudian akupun tertidur karena lelah memikirkan ide penyelinapan tersebut.

***

Keesokan harinya disekolah, aku langsung  menemui Dhio dan kawan-kawannya. Awalnya mereka seperti biasa meledekku dengan sebutan cucu penyihir. Tapi kuberanikan diri datang ke mereka.

Hei Dhio, jika kau berani . hari ini aku akan menyelinap masuk ke sarang nenek penyihir itu dan mau melihat dia menyembah jin. Kau mau ikut tidak, yeeeaaaahhh jika kau memang pemberani pastinya kau tidak akan menolak ajakanku !” tanyaku dengan lantang.

Hahahahaha memangnya kau berani, kau kan penakut jawabnya sambil tertawa dan diikuti oleh teman-temannya.

Kau mungkin yang tak berani, mana mungkin aku tidak berani. Dia kan tetanggaku !” tukasku cepat sambil berkacak pinggang.

Baiklah, aku tunggu besok di depan rumahmu sepulang sekolah hari ini” Diapun berlalu meninggalkanku dan diikuti teman-temannya.

Ahh pasti dia takut. Pikirku.

***

Kami semua sudah berkumpul di depan rumahku. Masing-masing menitipkan tasnya di kursi depan rumahku. Yap rencana ini sungguh menegangkan, teman-teman dhio ternyata sangat penakut. Terlihat sekali dari keringat di dahi mereka yang keluar dan sebesar biji jagung, wajahnyapun terlihat sangat panik dan berjalan di belakang dhio. Sepertinya Dhio juga terlihat panik, namun dia pasti menyembunyikan ketakutannya dan tidak ingin aku sampai melihatnya. Aku tidak takut sama sekali, rasa takutku sudah hilang karena aku sudah sangat kesal dengan Dhio dan teman-temannya. Kami sudah berada di depan jendela gubug Nenek Sumi atau biasa Dhio memanggilnya nenek sihir.

Kriitt…kriiiittt… Dhio membuka jendela rumah milik Nenek Sumi. Kepalanya menengok ke kanan dan kekiri takut-takut ketahuan oleh pemilik rumah. Diikuti oleh teman-temannya termasuk aku. Kami berhasil masuk kedalam dan keadaan rumah nenek sumi sangat sepi sekali. Mungkin Nenek Sumi sedang pergi ke pasar, pikirku. Rumahnya yang kecil terlihat rapi dan berbau bakaran kayu yang suka menjadi ritualnya setiap pagi. Samy teman Dhio yang berbadan paling besar tiba-tiba berteriak ketika matanya tertuju pada sebuah kain berwarna putih yang sedari tadi melayang-layang sendiri didekat dapur rumah nenek sumi.

Aaaaaaarrrggg” teriak Samy kencang sekali sambil lari terjungkal-jungkal. Kami semua kaget dan lari pontang – panting.

Ada setaaaaaannnnn “ teriak gerombolan teman Dhio.

Rumah dukuuuuuuuuuuuuunnnnn “ sahut Dhio sambil tergopoh-gopoh dan sepertinya Dhio pipis di celana.

Namun tiba-tiba sesosok makhluk menyeramkan dengan wajah gosong dan rambut panjang kusut menghampiri kami sambil mengangkat tangan seperti mau mencekik kami. kami semua berdiri seperti patung, pucat pasi dan sepertinya sebentar lagi nafasku berhenti. Setan itu semakin dekat, dan Kami semua sudah pasrah. Kaki kami berat sekali untuk berlari. Jangankan berlari, berjalanpun sepertinya sudah tidak sanggup.

Setan itu kini berdiri di hadapan kami semua. Dan….

Kalian sedang apa? Kenapa ketakutan begitu? Apakah wajah Nenek Sumi ini sangat buruk. Sampai-sampai wajah kalian memutih semua melihat kedatangan nenek. Apakah kalian tidak mau duduk sekedar menghabiskan ubi bakar buatan nenek?” Tanya Nenek Sumi sambil berjalan menuju sumur disamping dapurnya yang terlihat gelap. Ternyata nenek sumi membasuh wajahnya dengan air. Selesai membersihkan wajahnya, beliau kembali menghampiri kami.

Apa kalian masih mau berdiri mematung seperti itu. Nenek punya ubi bakar yang sangat lezat. Apakah kalian tidak mau mencobanya ?” tanya nenek pada kami sambil tersenyum.

Seperti kucing baru sadar dari lamunan. Kamipun duduk bersamaan di bangku reyot milik nenek sumi didekat kamar tidurnya yang bersebelahan dengan dapur.

Ne…ne…..ne….nenek kenapa mukanya hitam?, kami kira setan peliharaan nenek” tanyaku pada nenek sumi.

“Hahahahahaahaha jadi kalian mengira nenek ini setan penunggu rumah. “ tawa nenek sumi sepertinya geli sekali mendengar pertanyaanku.

Tadi nenek mau mengambil ubi yang sedang dibakar tetapi waktu nenek meniup-niup tumpukan ubinya ternyata debunya malah menyembur dan menempel semua di muka nenek “ jelasnya kepada kami.

Dan kamipun tertawa bersamaan setelah mendengar penjelasan Nenek Sumi. Ah malunya aku, sepertinya ingin kubuang saja wajah ini. Jadi tak enak hati pada Nenek Sumi yang sebenarnya baik sekali terhadapku.

Kami pun menjelaskan maksud kedatangan kami ke rumahnya. Dan Nenek Sumi menjelaskan bahwa ritual pagi yang dilakukannya adalah sembahyang. Ternyata nenek sumi beragama Budha. Orang Budha biasa bersembahyang dengan ritual seperti itu. Kamipun disuguhkan ubi bakar dan teh manis hangat yang rasanya enaaaaaak sekali. Nenek Sumi dulunya adalah orang yang kaya, namun suatu hari rumahnya terbakar habis dan suaminya meninggal saat kebakaran terjadi. Nenek Sumi memang tidak mempunyai anak. Karena kejadian tersebut tubuh nenek terbakar dan beruntung bisa diselamatkan. Kulitnya yang seperti habis dicabik-cabik itu kemungkinan besar bekas luka bakar yang dialaminya. Rumah yang ditempatinya adalah rumah sanak saudaranya yang baik dan mengizinkan nenek membuat rumah gubuk untuk tempat beliau berteduh.

Maafkan kami nek,,, kami sudah berpikir yang tidak-tidak” ucap kami malu-malu.

Tidak apa-apa cucuku,,, ini juga bisa menjadi pelajaran untuk kalian semua kalau menilai orang tidak boleh hanya dari tampak luarnya saja” ujar nenek sambil tersenyum manis.

Oh ya raka , nenek suka memberimu ubi bakar karena nenek diberi tahu oleh ibumu. Jadi nenek senang sekali jika kau mau menerima ubi bakar pemberian nenek” tanya nenek padaku.

Tentu nek. Aku sangat suka sekali ubi bakar.” Tukasku cepat sambil tersenyum lega.

Ah ternyata Nenek Sumi adalah nenek yang baik sekali. Kalau tau begini aku tak akan marah jika harus di bilang cucu nenek penyihir. Yah cucu nenek penyihir baik tentunya .

Setelah kami semua selesai melahap ubi bakar dan teh manis kamipun pamit untuk pulang. Dan nenek sumi membawakan kami satu persatu ubi bakar sekantong kecil untuk persediaan cemilan di rumah. Sungguh nenek yang baik sekali, Dhio dan teman-temannyapun berjanji kepadaku tidak akan mengejekku lagi. Dan mereka sudah meminta maaf atas celaanya yang sering membuatku kesal.

“AKU BUKAN CUCU PENYIHIR JAHAT TETAPI AKU CUCU PENYIHIR BAIK “ pikirku sambil tersenyum.

Tinggalkan komentar